UU INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK
Bangsa Indonesia telah memasuki babak baru dalam penggunaan teknologi dan informasi, terutama dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tanggal 21 April 2008. UU ITE mutlak diperlukan bagi Negara Indonesia, karena saat ini Indonesia merupakan salah satu Negara yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien, namun belum memiliki undang-undang cyber. Pelanggaran hukum dalam transaksi elektronik dan perbuatan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, mengingat berbagai tindakan, seperti carding, hacking, cracking, phising, viruses, cybersquating, pornografi, perjudian (online gambling); transnasional crime yang memanfaatkan informasi teknologi sebagai “tool” telah menjadi bagian dari aktivitas pelaku kejahatan internet.
Cakupan materi UU ITE secara umum antara lain berisi : informasi dan dokumen elektronik, pengiriman dan penerimaan surat elektronik, tanda tangan elektronik, sertifikat elektronik, penyelenggaraan system elktronik, transaksi elektronik, hak atas kekayaan intelektual dan privasi.
Adapun terobosan-terobosan yang penting dalam UU ITE ini adalah :
1. Tanda tangan elektronik diakui memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tandatangan konvensional (tinta basah dan bermaterai).
2. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP
maupun Hukum Acara Perdata.
3. Undang-Undang ITE, berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat
hukum di Indonesia.
4. Penyelesaian sengketa, juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa
alternative atau arbitrase.
Fakta menunjukan, masyarakat umum dan perbankan khususnya telah melakukan kegiatan transaksi yang seluruhnya menggunakan teknologi informasi sebagai alat (tools). Berdasarkan data transaksi elektronik melalui perbankan di Indonesia (BI 2005); jumlah transaksi mencapai 1,017 milliar (39,9 juta pemegang kartu); dengan nilai transaksi mencapai Rp 1.183,7 trilyun yang dikelola 107 penyelenggara. (Lihat http://jabar.go.id/user/detail_berita_umum.jsp?id=588)
Mengingat transaksi elektronik ini meningkat, maka sangat diperlukan payung hukum untuk mengaturnya, untuk itulah UU ITE menjadi urgen dan mendesak segera diimplementasikan. UU ITE ini diharapkan memberikan manfaat, di antaranya akan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi elektronik, mendorong pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi dan melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar