RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan industri jasa keuangan yang sehat, teratur, dan mempunyai daya saing yang tinggi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang bertugas melaksanakan pengawasan yang dapat mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan tugas pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan industri jasa keuangan non bank secara terpadu, independen, dan akuntabel;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan, perlu membentuk Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
1
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Dewan Komisioner adalah pimpinan otoritas jasa keuangan.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Dewan Komisioner dan mengikat secara umum.
3. Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal Otoritas Jasa Keuangan.
4. Peraturan Kepala Eksekutif adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh Kepala Eksekutif yang memuat aturan teknis dalam rangka pelaksanaan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Peraturan Dewan Komisioner dan mengikat secara umum.
5. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan.
6. Pasar Modal adalah pasar modal sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai pasar modal.
7. Industri Keuangan Non Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah kegiatan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan selain bank yang mencakup Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Penjaminan, Pergadaian, Perusahaan Perasuransian, dan lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, serta industri keuangan non bank lainnya.
8. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
2
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9. Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
10. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan adalah peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, perbankan syariah, pasar modal, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga pembiayan ekspor, lembaga pembiayaan sekunder perumahan, lembaga penjaminan, pergadaian, usaha perasuransian, lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, atau industri keuangan non bank lainnya, termasuk peraturan pelaksanaannya.
11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
PEMBENTUKAN, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN TUGAS
Pasal 2
(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
(1) Otoritas Jasa Keuangan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 4
(1) Otoritas Jasa Keuangan melakukan tugas pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB.
(2)Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(3)Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan pelaksanaan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
(4) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengawas
3
Perbankan.
(5) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengawas Pasar Modal.
(6)Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengawas IKNB.
BAB III
DEWAN KOMISIONER, KEPALA EKSEKUTIF DAN ORGAN PENDUKUNG DAN KEPEGAWAIAN
Bagian Kesatu
Dewan Komisioner
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh Dewan Komisioner.
(2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif.
(3)Dewan Komisioner mempunyai 7 (tujuh) orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:
a. seorang ketua merangkap anggota;
b.3 (tiga) orang Kepala Eksekutif merangkap anggota; dan
c. 3 (tiga) orang anggota.
(5) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari unsur:
a. Masyarakat berjumlah 2 (dua) orang yang satu diantaranya sebagai ketua;
b. Bank Indonesia berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia;
c. Kementerian Keuangan berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio Pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan; dan
d. Otoritas Jasa Keuangan berjumlah 3 (tiga) orang yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.
(6) Dalam hal terdapat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dinilai tidak mampu, calon Anggota Dewan Komisioner dapat berasal dari unsur masyarakat.
4
(7) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki kedudukan yang setara.
Pasal 6
(1)Calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a dipilih oleh Presiden berdasarkan usulan Menteri Keuangan untuk mendapat konfirmasi dari DPR.
(2)Calon Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) orang untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang akan ditetapkan.
(3) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf b, diusulkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan kepada Presiden.
(4) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf c, diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden.
(5) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d, diusulkan oleh Dewan Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden.
Pasal 7
(1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (5) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama.
(2) Pengangkatan kembali Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Pasal 8
Syarat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat adalah sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik;
c. cakap melakukan perbuatan hukum;
d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit;
e. sehat jasmani;
f. berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan;
g. mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan;
5
h. tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan;
i. bukan sebagai pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di industri jasa keuangan;
j. tidak menjadi anggota partai politik; dan
k. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
Pasal 9
(1) Anggota Dewan Komisioner sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Mahkamah Agung.
(2) Bunyi lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada negara, konstitusi, dan haluan negara”.
Pasal 10
(1) Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak diangkat kembali;
d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut;
e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
f. tidak lagi menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia;
6
g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan;
h. tidak lagi menjabat sebagai Kepala Eksekutif
i. memiliki hubungan keluarga sampai derajat ke tiga dan semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satupun yang mengundurkan diri dari jabatannya; atau
j. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden untuk mendapatkan penetapan.
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Presiden menetapkan anggota Dewan Komisioner yang baru dengan memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8.
(2) Anggota Dewan Komisioner yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
Pasal 12
(1)Dalam hal terjadi kekosongan Ketua Dewan Komisioner, anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat bertindak sebagai pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(2) Dalam hal pada saat yang bersamaan terjadi kekosongan pada kedua anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat, Dewan Komisioner yang ada menunjuk salah satu anggota Dewan Komisioner sebagai pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua Dewan Komisioner yang baru.
(3) Pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kewenangan yang sama dengan Ketua Dewan Komisioner.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisoner yang merupakan salah satu Kepala Eksekutif, berdasarkan rapat Dewan Komisioner salah satu Deputi Eksekutif bidang tersebut ditunjuk sebagai pejabat sementara Kepala Eksekutif merangkap anggota dewan komisioner sampai dengan ditetapkannya Kepala Eksekutif yang baru.
(5) Anggota dewan komisoner yang merangkap sebagai kepala eksekutif yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai kewenangan yang sama dengan Dewan Komisiner yang merangkap Kepala Eksekutif yang digantikan.
7
Pasal 13
(1) Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilaksanakan oleh Dewan Komisioner.
(2)Dalam rangka melaksanakan tugas pengaturan, Dewan Komisioner mempunyai fungsi:
a. menetapkan kebijakan umum mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan;
b. menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; dan
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif.
(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
b. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan tertentu untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan hal tertentu guna memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
c. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter jasa keuangan dalam rangka penyelamatan kelangsungan usaha lembaga keuangan tertentu dan perlindungan kepentingan nasabah, termasuk dalam rangka pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak di industri jasa keuangan;
d. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur Otoritas Jasa Keuangan;
e. menetapkan pengaturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan; dan
f. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif.
Pasal 14
(1) Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (3), Dewan Komisioner menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner.
(2) Dewan Komisioner dapat mendelegasikan wewenang menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) kepada Kepala Eksekutif.
8
Pasal 15
Anggota Dewan Komisioner tidak dapat menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dan/atau penugasan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Antaranggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan semenda.
(2) Jika antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbukti mempunyai hubungan keluarga.
(3) Dalam hal tidak ada satupun anggota Dewan Komisioner yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), semua anggota Dewan Komisioner yang mempunyai hubungan keluarta tersebut diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden.
Pasal 17
(1) Dewan Komisioner melaksanakan rapat Dewan Komisioner secara berkala paling sedikit 1 (satu) bulan sekali atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan salah satu anggota Dewan Komisioner.
(2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner.
(3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat memimpin rapat Dewan Komisioner.
(4) Dalam hal anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, berdasarkan kesepakatan antara anggota Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan Komisioner.
(5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri paling sedikit 5 (lima) orang anggota Dewan Komisioner.
(6) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak
(8) Setiap Rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota Dewan Komisioner yang hadir.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Komisioner diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
9
Pasal 18
(1) Dewan Komisioner mewakili Otoritas Jasa Keuangan di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Dewan Komisioner dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada salah satu anggota Dewan Komisioner, dan/atau kepada pejabat Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain untuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan yang khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan dan pemberian kuasa kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 19
(1) Dewan Komisioner harus membuat kode etik Otoritas Jasa Keuangan.
(2)Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Kepala Eksekutif
Pasal 20
(1) Kepala Eksekutif pengawas Perbankan memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
(2)Kepala Eksekutif pengawas Pasar Modal memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).
(3)Kepala Eksekutif pengawas IKNB memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6).
Pasal 21
(1)Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Kepala Eksekutif sesuai dengan bidang tugas masing-masing mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. menetapkan aturan teknis di bidang jasa keuangan;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan tindakan lain terhadap pelaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
d. mengeluarkan perintah tertulis kepada pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
10
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang jasa keuangan; dan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1) izin usaha;
2) izin orang perseorangan;
3) efektifnya Pernyataan Pendaftaran;
4) surat tanda terdaftar;
5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6) pengesahan; dan
7) persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan.
(2)Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Eksekutif sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Pengabaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Tugas pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif dilaksanakan secara independen.
Bagian Ketiga
Organ Pendukung dan Kepegawaian
Pasal 23
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dibentuk Sekretariat Dewan Komisioner dan beberapa Deputi Kepala Eksekutif.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mengangkat tenaga ahli.
(3) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pengangkatan dan penugasan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 24
(1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
11
(2) Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berasal dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan Pegawai Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mempekerjakan Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
(5) Ketentuan mengenai sistem kepegawaian, sistem penggajian, dan tata cara mempekerjakan Pegawai Negeri diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Keempat
Lain-lain
Pasal 25
Anggota Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang dengan itikad baik melaksanakan tugas dan/atau wewenangnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan Peraturan Perundangan-Undangan di Bidang Jasa Keuangan, tidak dapat dituntut secara pribadi di hadapan hukum.
Pasal 26
(1) Gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
(2)Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Dewan Komisioner ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas Deputi Kepala Eksekutif.
BAB IV
KERAHASIAAN INFORMASI
Pasal 27
(1) Setiap orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner atau sebagai pegawai Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau ditentukan dalam Undang-Undang.
(2) Setiap orang yang bertindak untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan, yang diperkerjakan dan/atau diperbantukan di Otoritas Jasa Keuangan, atau sebagai tenaga ahli di Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas atau berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
12
(3) Setiap orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia baik karena kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, atau hubungan apapun dengan Otoritas Jasa Keuangan, dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
BAB V
RENCANA KERJA, ANGGARAN, DAN PEMBIAYAAN
Bagian Pertama
Rencana Kerja dan Anggaran
Pasal 28
(1) Dewan Komisioner menyusun rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan serta mengumumkannya dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum dimulainya tahun buku.
(2) Dewan Komisioner dapat melakukan perubahan rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berjalan.
Pasal 29
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib membentuk cadangan paling banyak sejumlah 24 (dua puluh empat) bulan dari anggaran pengeluaran OJK.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Pembiayaan
Pasal 30
Dalam rangka membiayai kegiatan dalam anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan menetapkan dan memungut biaya yang wajib dibayar oleh industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penetapan rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan biaya sebagaimana dimaksud
13
dalam Pasal 30 dan mengumumkannya kepada industri jasa keuangan.
Pasal 32
Jenis, besaran, tata cara penarikan, penyetoran dan penagihan, serta penggunaan biaya, pengenaan denda keterlambatan penyetoran biaya diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 33
(1) Otoritas Jasa Keuangan menatausahakan dan mengelola penerimaan biaya secara transparan, akuntabel, dan mandiri.
(2) Dana yang berasal dari biaya yang dipungut dari industri jasa keuangan hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan Otoritas Jasa Keuangan dan pembentukan cadangan.
Pasal 34
(1) Dalam hal terdapat surplus atau defisit anggaran Otoritas Jasa Keuangan, surplus atau defisit tersebut digunakan untuk menambah atau mengurangi cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berikutnya.
(2) Dalam hal terjadi surplus pada tahun berjalan, maka:
a.surplus tersebut diperhitungkan sebagai penambah cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
b. apabila cadangan tersebut telah mencapai sejumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) maka kelebihannya digunakan untuk mengurangi biaya industri jasa keuangan secara proporsional pada tahun berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi defisit dalam tahun berjalan, defisit tersebut ditutup dari cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai cadangan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 35
Dalam hal kondisi perekonomian nasional memburuk sehingga biaya yang dipungut dari industri jasa keuangan dan cadangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan operasional Otoritas Jasa Keuangan, Pemerintah membiayai pelaksanaan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VI
PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS
Pasal 36
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyusun laporan tahunan yang terdiri atas laporan kegiatan dan laporan keuangan.
14
(2) Periode laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
(3) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan juga kepada Presiden.
(5) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi Otoritas Jasa Keuangan.
(6) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(7) Otoritas Jasa Keuangan wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan Otoritas Jasa Keuangan kepada publik melalui media cetak atau media elektronik.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan kegiatan dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara, bentuk, dan susunan laporan keuangan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VII
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
Bagian Pertama
Koordinasi dan Kerja Sama
Pasal 37
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan melalui forum stabilitas sistem keuangan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dapat berkoordinasi dan bekerja sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan.
(4) Untuk memastikan dan memelihara stabilitas sistem keuangan, dalam pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak langsung terhadap bank.
(5) Dalam rangka mendukung koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga
15
Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
(6) Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara koordinasi dan kerja sama diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 38
(1) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menyerahkan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Dalam rangka penyelesaian dan penanganan bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik, Otoritas Jasa Keuangan wajib menginformasikan kepada forum stabilitas sistem keuangan tentang bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik.
Pasal 39
Dalam rangka mencegah dan menangani kondisi krisis di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai jaring pengaman sistem keuangan.
Bagian Kedua
Hubungan Internasional
Pasal 40
(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non bank di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional.
(3) Dalam hal anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah negara, Otoritas Jasa Keuangan dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.
(4) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non bank negara lain berdasarkan permintaan tertulis.
16
(5) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
(6) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerjasama timbal balik dalam masalah pidana.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 41
(1)Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
c. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
17
f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;
h.dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain;
j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang- undang di bidang industri jasa keuangan dan/atau peraturan pelaksanaannya;
k.memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan; dan
m.menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal 43
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau menghambat pelaksanaan kewenangan Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling
18
lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
Pasal 44
(1)Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi atau menghambat pelaksanaan perintah tertulis atau tugas pengelola statuter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dan huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku.
2. Permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran, yang sedang dalam proses penyelesaian pada Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan, penyelesaiannya dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 46
(1)Pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan secara bertahap dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
19
diundangkan.
(2)Untuk 2 (dua) tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan berasal dari anggaran Bank Indonesia.
Pasal 47
(1) Tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan secara bertahap beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB oleh Otoritas Jasa Keuangan, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 48
(1) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenang di bidang pengaturan dan pengawasan beralih seluruhnya atau sebagian menjadi pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan dialihkan menjadi pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
(3)Pengalihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan dipekerjakan menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 49
(1) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan negara pada Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, beralih untuk digunakan sementara oleh Otoritas Jasa Keuangan.
20
(2) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan negara pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan beralih untuk digunakan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
(1) Bank Indonesia bertugas menyiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan bertugas mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 51
(1) Untuk pertama kali, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB, Presiden harus menetapkan Dewan Komisioner.
(2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Ketua Dewan Komisioner diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
b. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 4 (empat) tahun;
c. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Bank Indonesia yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia diusulkan Gubernur Bank Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Keuangan;
d.1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Kementerian Keuangan yang merupakan ex-officio pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden;
e. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan diusulkan Gubernur Bank Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Keuangan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
f. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal diusulkan Menteri Keuangan kepada
21
Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
g. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas IKNB diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
(3) Pada saat Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB, Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan struktur organisasi dan penempatan pegawai.
(4) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya dengan masa jabatan yang sama dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9.
Pasal 52
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);
dan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang jasa keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
22
Undang-Undang ini.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR
23
RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, dan memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prisip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, program pembangunan nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik dan melakukan reformasi yang terus menerus terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional.
Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa keuangan dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan industri jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang terpadu dan komprehensif.
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi
24
pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar modal dan industri jasa keuangan non bank. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara lebih terintegrasi.
Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Pada hakikatnya Pasal 34 dimaksud memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri Perbankan, Pasar Modal (sekuritas), dan Industri Keuangan Non Bank (asuransi, dana pensiun, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat).
Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri sektor keuangan tersebut di atas dalam Undang-Undang ini disebut Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan). Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen yang menyelenggarakan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank.
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Undang-Undang tentang Usaha Perasuransian, Undang-Undang tentang Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Adapun mekanisme kerja sama dan koordinasi antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di sektor keuangan diatur dalam undang-undang yang mengatur tentang jaring pengaman sistem keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas,
25
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan tersebut di atas, maka Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan kenegaraan yang terintegrasi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya di dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar Otoritas Jasa Keuangan dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut di atas. Independensi ini diwujudkan dalam dua hal. Pertama, secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di bawah otoritas lain di dalam sistem Pemerintah negara Republik Indonesia, dan Kedua, secara orang perseorangan yang memimpin Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki kepastian atas jabatannya berupa jangka waktu jabatan yang tidak bisa diganti sejauh melaksanakan tugas dengan benar dan tidak terlibat dalam kriminalitas.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan kepada asas-asas sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Asas kepentingan umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
3. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
4. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang- undangan;
5. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
6. Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur yang memiliki unsur check and balances. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing oleh Pengawas Perbankan, Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri
26
Keuangan Non Bank. Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam Otoritas Jasa Keuangan selain menjalankan fungsi pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-masing Pengawas melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemisahan fungsi antara Dewan Komisioner dan tiga Pengawas ini dimaksudkan untuk:
1. menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator (Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (Kepala Eksekutif masing-masing Pengawas);
2. menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan;
3. mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi pengaturan dan pengawasan.
Pengawasan terhadap Perbankan, Pasar Modal, dan Industri Keuangan Non Bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya perbedaan karakteristik dari masing-masing industri jasa keuangan tersebut.
Dengan adanya pemisahan pengawasan atas masing-masing industri jasa keuangan tersebut, diharapkan dapat terciptanya spesialisasi dalam pengawasan, pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan atas keputusan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan demikian, pemisahan pengawasan tersebut akan mewujudkan efektivitas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan untuk masing-masing industri.
Mengingat industri jasa keuangan merupakan industri yang mempunyai kegiatan usaha yang bersifat kompleks dan melibatkan dana masyarakat luas, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa keuangan perlu dilakukan secara hati- hati dan cermat. Oleh karena itu, pengalihan tugas dan wewenang dari instansi yang lama kepada Otoritas Jasa Keuangan harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan waktu yang tepat dengan memperhatikan hal-hal seperti kesiapan organisasi, personil, perangkat dan infrastruktur, dan stabilitas sistem keuangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
27
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “terpadu” adalah suatu kegiatan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dalam rangka efektivitas pelaksanaannya.
Yang dimaksud dengan “independen” adalah pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengawasan yang dilakukan secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain, kecuali sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengawasan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Mengingat Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perbankan, maka pengaturan perbankan yang terkait dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran tetap menjadi kewenangan Bank Indonesia yang meliputi:
a. ketentuan mengenai giro wajib minimum;
b. pengaturan dan penyelenggaraan sistem pembayaran;
c. posisi devisa netto (net open position);
d. jenis alat pembayaran dan produk perbankan;
e. pengaturan pasar uang antar bank; dan
f. fungsi lender of the last resort (fasilitas likuiditas intrahari, fasilitas pendanaan jangka pendek, dan fasilitas pembiayaan darurat).
Untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pengaturan perbankan, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam mengeluarkan peraturan di bidang perbankan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia.
28
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Dewan Komisioner merupakan organ tertinggi Otoritas Jasa Keuangan yang menetapkan kebijakan umum dan peraturan pelaksanaan di bidang jasa keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bersifat kolektif” adalah bahwa setiap pengambilan keputusan disetujui dan diputuskan secara bersama- sama oleh anggota Dewan Komisioner. Dengan demikian, setiap keputusan yang diambil di dalam rapat Dewan Komisioner mengikat seluruh anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Unsur dari masyarakat berasal dari kalangan profesional atau ahli dalam bidang industri jasa keuangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia yang tugas dan
29
wewenangnya terkait dengan stabilitas sistem keuangan khususnya di bidang perbankan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi yang efektif antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas dan wewenang masing-masing.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan” adalah pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan yang tugas dan wewenangnya terkait dengan stabilitas sistem keuangan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi yang efektif antara Menteri Keuangan dengan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas dan wewenang masing-masing.
Huruf d Cukup jelas.
Ayat (6)
Pada dasarnya 3 (tiga) orang Anggota Dewan Komisioner adalah berasal dari unsur Otoritas Jasa Keuangan yaitu dari Deputi Kepala Eksekutif. Namun demikian, apabila tidak terdapat Deputi Kepala Eksekutif yang mampu untuk diangkat menjadi Kepala Eksekutif, maka calon Anggota Dewan Komisioner dapat diangkat dari unsur masyarakat yang mempunyai pengalaman dalam bidang pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan sesuai dengan posisi jabatan yang akan diduduki sebagai Kepala Eksekutif, atas usulan Dewan Komisioner. Calon anggota Dewan Komisioner tersebut terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan (fit and proper test) dan pengujian lain yang dilakukan Dewan Komisioner.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “memiliki kedudukan yang setara” adalah setiap anggota Dewan Komisioner mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban.
30
Pasal 6 Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
Anggota Dewan Komisioner tidak boleh terkendala oleh kondisi jasmani yang secara permanen menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki pengalaman, keilmuan, atau keahlian yang memadai di bidang jasa keuangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan” adalah pada saat menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner:
- tidak menjadi pengurus atau yang setara dengan pengurus di lembaga jasa keuangan, atau tidak lagi sebagai pengurus dengan
31
cara mengundurkan diri secara tertulis sebagai pengurus;
- tidak menjadi pengendali dan pengelola di lembaga jasa keuangan;
- tidak lagi sebagai pengendali di lembaga jasa keuangan dengan cara melepaskan pengendalian dan pengelolaannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan.
Huruf i Cukup jelas.
Huruf j
Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner dan yang bersangkutan merupakan anggota salah satu partai politik, maka yang bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan keanggotaannya sebagai anggota partai politik tersebut sebelum diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner.
Huruf k Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Pengunduran diri anggota Dewan Komisioner berlaku efektif sejak tanggal pengunduran diri tersebut disetujui oleh Presiden.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah cacat fisik
32
dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Berakhirnya keanggotaan Dewan Komisioner karena cacat fisik dan/atau cacat mental, ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Yang dimaksud dengan “diperkirakan secara medis” adalah perkiraan secara medis yang dibuktikan dengan keterangan tertulis dari dokter, yang menerangkan bahwa anggota Dewan Komisioner yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan” adalah tidak adanya alasan yang kuat yang menyebabkan anggota Dewan Komisioner diberhentikan antara lain sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang ditunjuk Dewan Komisioner, penugasan di luar kegiatan Otoritas Jasa Keuangan oleh Presiden, atau kegiatan lain demi kepentingan Negara terhadap anggota Dewan Komisioner dimaksud sehingga tidak memungkinkan untuk sementara waktu bagi Anggota Dewan Komisioner tersebut untuk melaksanakan tugasnya di Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan Undang- Undang ini.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Cukup jelas.
Huruf i Cukup jelas.
Huruf j Cukup jelas.
33
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perintah tertulis” antara lain perintah tertulis untuk melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kelangsungan usaha lembaga jasa keuangan, untuk menyampaikan informasi, dokumen, atau laporan tertentu kepada Otoritas Jasa Keuangan, untuk menggantikan pengurus atau pihak tertentu di lembaga jasa keuangan, dan untuk menghentikan perjanjian antara lembaga jasa keuangan dengan
34
pihak lain yang diduga merugikan lembaga jasa keuangan.
Huruf c
Pengaturan mengenai pengelola statuter dalam ketentuan ini termasuk pengaturan yang memungkinkan pengelola statuter untuk memiliki kewenangan untuk mengambil alih seluruh wewenang dan fungsi manajemen lembaga jasa keuangan, melakukan pembatalan atau pengakhiran perjanjian yang dibuat oleh lembaga jasa keuangan dan melakukan pengalihan portofolio usaha dalam rangka perlindungan kepentingan nasabah dan pemberantasan kejahatan keuangan.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f
Dewan Komisioner dalam mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif ditujukan untuk evaluasi dan perbaikan kinerja dari Kepala Eksekutif. Pengawasan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberi kewenangan kepada Dewan Komisioner untuk mengintervensi atau turut campur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang masing- masing Kepala Eksekutif.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1) Cukup jelas.
35
Ayat (2)
Dalam hal hubungan keluarga terjadi pada 2 (dua) orang atau lebih anggota Dewan Komisioner maka hanya 1 (satu) orang yang diperbolehkan tetap menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Rapat dapat dilaksanakan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta rapat saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8)
Risalah rapat paling sedikit memuat hari dan tanggal pelaksanaan rapat, pimpinan dan peserta rapat, agenda rapat, dan keputusan rapat.
Ayat (9)
36
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Dewan Komisioner yang ditunjuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan antara lain dalam pelaksanaan kerja sama antarinstansi dan hubungan internasional.
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga, institusi, atau orang dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik, Otoritas Jasa Keuangan merumuskan dan menerapkan kode etik bagi pegawainya. Kode etik mencakup antara lain, ketentuan mengenai pelarangan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji oleh pegawai Otoritas Jasa Keuangan, dan ketentuan umum mengenai perilaku yang diharapkan dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan. Kode etik ini dievaluasi secara berkala.
Pemberlakuan kode etik disesuaikan dengan tingkatan dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan, misalnya mereka yang menjadi pegawai pelaksana memiliki kewajiban yang lebih ringan dibanding dengan pegawai dengan jabatan tinggi.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
37
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “independen” adalah dalam melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, Kepala Eksekutif tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun kecuali ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 23
Ayat (1)
Organ di bawah Deputi Kepala Eksekutif terdiri atas Direktur-Direktur dan jajaran di bawahnya.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan memiliki pegawai sendiri yang dilakukan dengan rekruitmen langsung. Namun untuk mengefektifkan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan Pegawai Negeri dari instansi lain atau dengan status lainnya. Hak dan kewajiban Pegawai Negeri tersebut disetarakan dengan hak dan kewajiban pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
Pegawai Negeri yang bekerja pada Otoritas Jasa Keuangan dapat berstatus dipekerjakan atau status lainnya dalam rangka menunjang kewenangan Otoritas Jasa Keuangan di bidang pemeriksaan dan/atau
38
penyidikan atau tugas-tugas yang bersifat khusus. Pegawai Negeri tersebut antara lain berasal dari pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Penyidik Kepolisian, dan/atau penyidik kejaksaan.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud “sistem kepegawaian” mencakup antara lain pengangkatan, pemberhentian, usia pensiun, jenjang karier, hak dan kewajiban pegawai.
Pasal 25
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang dengan itikad baik telah melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk melindungi Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan dari perbuatan hukum yang bersifat pidana, perdata, atau tindak pidana lainnya yang dilakukan secara melawan hukum.
Pasal 26
Ayat (1)
Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif ditetapkan dengan mempertimbangkan sistem penggajian yang berlaku pada industri jasa keuangan dan regulator jasa keuangan, baik nasional maupun internasional.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”rahasia” adalah sesuatu yang menurut peraturan perundang-undangan atau menurut sifatnya dan/atau
39
menurut perintahnya harus dirahasiakan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Hubungan yang terjadi karena kedudukannya misalnya, terjadi antara pejabat dari lembaga berkoordinasi atau bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Hubungan akibat profesi misalnya, auditor, penilai, notaris, atau aktuaris di industri jasa keuangan.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Masing-masing Kepala Eksekutif, sesuai dengan bidang tugasnya menyampaikan rencana kerja dan anggaran dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) bulan sebelum dimulainya tahun buku, untuk ditetapkan oleh Dewan Komisioner sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan untuk tahun buku berikutnya.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cadangan paling banyak 24 (dua puluh empat) bulan anggaran pengeluaran OJK yang bersumber dari surplus.
Cadangan dibentuk untuk mengatasi pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga atau terencana, seperti peningkatan kegiatan, pelaksanaan pekerjaan yang bersifat luar biasa (extraordinair), pengadaan, penggantian dan pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang
40
diperlukan, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta menutup defisit tahun berjalan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 30
Yang dimaksud dengan “industri jasa keuangan” adalah setiap pihak yang memperoleh izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pencatatan, dan pengesahan, termasuk pelaku dan penunjang kegiatan di industri jasa keuangan.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Jenis biaya yang dapat ditetapkan antara lain berupa biaya terhadap perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan, pengawasan, pemeriksaan, penelitian, transaksi perdagangan efek, dan/atau biaya lainnya. Biaya-biaya tersebut ditagih secara bulanan, tahunan, atau sewaktu-waktu sesuai karakteristik biaya dimaksud.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surplus” adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban Otoritas Jasa Keuangan.
Yang dimaksud dengan “defisit” adalah selisih kurang antara pendapatan dan beban Otoritas Jasa Keuangan.
41
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 35
Pembiayaan dari Pemerintah dimaksudkan untuk menjamin terselenggaranya kelangsungan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam keadaan perekonomiaan yang tidak kondusif, dengan tidak mengurangi independensi pelaksanaan tugas dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan.
Pengajuan pembiayaan kegiatan operasional oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada Pemerintah dilakukan setelah Otoritas Jasa Keuangan melakukan upaya-upaya efisiensi pengeluaran.
Pasal 36
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan.
Ayat (4)
Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Presiden dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan. Dalam hal ini, Presiden
42
sebagai pemangku yang bertanggung jawab memelihara dan menumbuhkan perekonomian nasional.
Ayat (5)
Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Koordinasi ini antara lain diperlukan dalam rangka mendukung tugas Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter yang antara lain mencakup operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, sistem pembayaran, dan fasilitas likuiditas, menunjang tugas Kementerian Keuangan di bidang fiskal, dan mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan di bidang penjaminan simpanan, serta membantu Otoritas Jasa Keuangan dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan, yang dilakukan secara berkala.
Ayat (2)
Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan di sektor Perbankan.
Ayat (3)
Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pengawasan langsung” adalah yang dikenal
43
dengan istilah onsite supervision.
Yang dimaksud dengan “pengawasan tidak langsung” adalah yang dikenal dengan istilah offsite supervision.
Ayat (5)
Pertukaran informasi tersebut dibangun secara terintegrasi sehingga Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengakses dan memperoleh informasi untuk mendukung tugas dan wewenang masing-masing.
Ayat (6)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki fungsi penegakan hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga dan/atau komisi yang bertugas di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pemberantasan tindak pidana korupsi, dan lembaga terkait lainnya.
Ayat (7)
Untuk mengefektifkan koordinasi dan kerja sama antara Otoritas Jasa Keuangan dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, Peraturan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat memuat ketentuan tentang kesepakatan bersama, dan/atau bentuk lain yang setara dengan kesepakatan bersama.
Pasal 38
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, lembaga pengawas sektor jasa keuangan disebut dengan Lembaga Pengawas Perbankan. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan maka yang dimaksud dengan Lembaga Pengawas Perbankan adalah Otoritas Jasa Keuangan
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik” adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan Undang-Undang mengenai jaring pengaman
44
sistem keuangan.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Otoritas Jasa Keuangan dapat berkerjasama dengan:
- organisasi internasional antara lain, International Organization of Securities Commisions (IOSCO), International Organization of Pension Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors (IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasional
- Lembaga internasional antara lain, Asian Development Bank (ADB), World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
perjanjian kerja sama timbal balik dapat dilakukan melalui perjanjian bilateral maupun multilateral.
Huruf b Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
45
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembiayaan dari Bank Indonesia masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Perbankan pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 47
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB pada awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
46
Pasal 50
Ayat (1)
Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Bank Indonesia, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Perbankan, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi.
Ayat (2)
Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri Keuangan Non Bank, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi.
Pasal 51
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah lihat penjelasan Pasal 5 ayat 5 huruf b.
Huruf d Cukup jelas.
47
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 52 Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
48